Rabu, 01 Januari 2014

Mereka Bisa Gila, Saya?

Saya sepenuhnya percaya bahwa iman kita-kita manusia ini kadang up down. Kalo lagi on sih getol deh sama yang namanya ibadah. Tapi memang begitulah kodrati manusia, yang penting adalah istiqomahnya. Nah ini saya akan menyampaikan sebuah kisah yang semoga saja menggugah kita semua, semoga bisa meng-on-kan terus iman kita. Hehhe.

Beberapa waktu yang lalu saya berhasil menambahkan koleksi motivator saya. Gara-garanya beberapa waktu terakhir saya mulai mengikuti beberapa writing contest dan ada salah satu bos penyelenggaranya yang tidak sengaja saya temukan namanya disebuah situs internet. Entah ini nama asli beliau atau bukan, namanya Edi Akhiles. Setau saya beliau adalah owner sebuah penerbitan yang kita kenal sebagai DivaPress. Pernah denger kan?

Beliau termasuk salah seorang pribadi yang unik. Dari segi agama saya sepakat memberikan dua jempol. Setau saya beliau lulusan Universitas Sunan Kalijaga. Kuliah disebuah bidang ilmu yang sebenernya nggak ada kaitan dengan ilmu tulis menulis. Beliau memulai karir benar-benar dari nol. Kata orang sih, menjadi apa kita di masa depan akan ditentukan oleh apa yang kita kerjakan sekarang. Saya rasa pepatah itu benar. Pak Edi pernah kok ratusan kali mengirim cerpen di berbagai surat kabar dan ditolak, ia baru tersadar bahwa selama ini ia salah teknik dalam menulis. Alhasil dengan effort untuk memperbaiki, sekarang pembaca senusantara bisa menikmati karyanya.

Ada hal lain yang membuat saya takjub. Setelah diberikan karunia Tuhan mempunyai penerbitan sendiri beliau lantas membagikan ilmu yang dimilikinya kepada para-para kawula yang akan merintis bidang kepenulisan ini. Beliau membuka pintu lebar-lebar kepada siapapun yang memang bersungguh-sungguh untuk menjadi penulis. Kawula senusantara dipersilahkan ikut. Namanya adalah Kampus Fiksi yang sampai saat ini sudah mencapai angkatan ke tujuh (kalau tidak salah). Nah dalam kampus fiksi ini beliau memfasilitasi semuanya mulai dari akomodasi, konsumsi dan edukasi (ilmunya). Itu semua diberikan secara free, gratis tis tis. Padahal sekali angkatan itu berjibun jumlahnya. Berangkat dari situ saya mulai kagum pada sosok beliau. Tidak pelit berbagi ilmu dan mempraktikan sabda Rosul, ‘sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain’.

Dari tulisan beliau juga saya mendapat pemahaman baru. Sebuah konteks agama, sepele sih tentang boleh tidaknya mengucapkan natal. Kira-kira menurut agan boleh nggak? Dulu pertama kali saya tau bahwa mengucapkan adalah dilarang saat masih SMA dari temen saya anak Rohis, di tunjukkan olehnya banyak hadist penguat. Semenjak itu saya mulai mengurungkan diri mengucapkan perayaan agama lain. Dalam hati saya sebenarnya ya gimana, nggak enak. Mereka kaum kristiani mengucapkan perayaan agama saya namun giliran mereka merayakan, saya hanya diam.

Nah Pak Edi ini menuliskan sedikit banyak pendapatnya tentang hal itu. Ini sedikit tulisan beliau yang saya kutip:
Pada 628 M, utusan dari Biara St. Catherine, yang terletak di kaki gunung Sinai (kini termasuk wilayah Mesir), menghadap Rasulullah untuk memohon perlindungan. Rasulullah menyanggupi dengan memberikan mereka piagam perlindungan tanpa syarat apa pun. Berikut bunyinya, sebagaimana saya kutip secara utuh dari Dr. Muqtader Khan, Direktur Program Studi Islam di University of Delaware:

“Ini adalah pesan dari Muhammad bin Abdullah, yang berfungsi sebagai perjanjian dengan mereka yang memeluk agama Kristen, di sini dan di manapun mereka berada, kami bersama mereka. Bahwasanya aku, para pembantuku, dan para pengikutku sungguh membela mereka, karena orang Kristen juga rakyatku; dan demi Allah, aku akan menentang apa pun yang tidak menyenangkan mereka. Tidak boleh ada paksa atas mereka. Tidak boleh ada hakim Kristen yang dicopot dari jabatannya, demikian juga pendeta dan biaranya. Tidak boleh ada seorang pun yang menghancurkan rumah ibadah mereka, merusaknya, atau memindahkan apa pun darinya ke rumah kaum muslim. Bila ada yang melakukan hal-hal tersebut, maka ia melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya. Bahwasanya sesungguhnya mereka adalah sekutuku dan mereka aku jamin untuk tidak mengalami yang tidak mereka sukai. Tidak boleh ada yang memaksa mereka pergi atau mewajibkan mereka berperang. Muslimlah yang harus berperang untuk mereka. Bila seorang perempuan Kristen menikahi lelaki muslim, pernikahan itu harus dilakukan atas persetujuannya. Ia tak boleh dilarang untuk mengunjungi gereja untuk berdoa. Gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dilarang untuk memperbaiki gereja mereka dan tidak boleh pula ditolak haknya atas perjanjian ini. Tidak boleh ada umat muslim yang melanggar perjanjian ini hingga hari penghabisan (kiamat).”

Jadi intinya, Rosulullah itu sangat menyayangi dan menghargai agama lain dalam hal ini (Kristen), sangat terlihat dalam pesan diatas. Namun kenyataannya sekarang, tiap agama terasa berjalan sendiri-sendiri tanpa terlalu mengedepankan hal-hal sepele seperti ini. Jika umat lain tau bahwa kita sengaja tidak mengucapkan, bagaimana perasaan mereka? Dimanakah toleransi yang kita dengung-dengungkan itu?

Dan hal simpel yang membuat saya mudah memahami adalah, apakah dengan mengucapkan ‘selamat natal’ berarti kita ikut misa? Apakah jika umat lain mengucap, ‘selamat idul fitri’ berarti ikut shalat ied? Apakah mengucap ‘selamat menikah’ berarti kita ikut menikah? Dan seabrek ucapan selamat yang lain. Membaca kultwit dari ustadz Salim A.Fillah tentang ini, didapatkan hasil bahwa boleh tidak mengucapkan natal di kalangan ulama pun masih terdapat beda pendapat. Ada yang membolehkan dan ada yang tidak. Masing-masing memiliki reason dan dalih masing-masing. Wallahualam bissawab.

Sengaja saya kasih titik soalnya saya tidak ingin memperpanjang masalah itu. Postingan kali ini memang tidak saya tujukan untuk membahas detail tentang itu. Yup, kembali lagi kepada Pak Edi. Mungkin sudah bisa dibayangkan sosok beliau bagaimana kan? Penulis, owner DivaPress, penggagas Kampus Fiksi, suka berbagi, memotivasi dan suka sharing-sharing agama. Saya kagum dengan sepak terjang beliau.

Belum selesai disitu, beliau menggagas aksi sosial lainnya seperti aksi sejuta buku gratis, 1000 Al-Quran gratis, 3000 Iqra gratis, mungkin akan disusul dengan aksi spektakuler lainnya. Hal ini beliau lakukan atas dasar beliau melihat juga aksi gila lainnya. Ada sekumpulan orang yang setiap harinya rutin membersihkan masjid dengan gratis, nyuci mukena gratis dan banyak aksi gila lainnya. Beliau nggak ingin ketinggalan ikutan gila.

Namun satu hal yang membuat saya tidak menyangka adalah setelah melihat beliau, karena imajinasi saya tentang bentuk fisik beliau tidak seperti kenyataan. Wkwkwkwkwk :D. Bukan bermaksud pegimana ya Pak Edi. Memang sih saya hanya menebak-nebak saja, belum bertemu langsung dengan beliau. Hanya sebatas foto di blog maupun twitter. Yah pepatah benar, don’t judge people from the cover! Secara fisik memang Pak Edi ini tidak terlalu mencerminkan aksi-aksinya yang luar biasa. Sekali lagi mohon maaf bukan maksud pegimana, hanya ingin menekankan don’t judge people from the cover! Jika tidak berkenan ya maafkan :D
Gimana? Merasa low banget ya dengan amalan kita? Sama. Kadang kita banyak obsesi sama yang namanya duniawi. Tugas kampus, kuliah, main sama temen sampai mungkin (maaf) kadang lupa shalat. Astaghfirullah. Namun dengan membaca tulisan sejenis ini semoga semakin mengingatkan kita bahwa tiada yang dapat menemani kita setelah didunia ini selain amal baik. Makanya yuk gila-gilaan berbuat baik. Masak iya mereka bisa gila, kita enggak? Lakukan sekarang karena kita tak akan pernah tau kapan nafas terakhir kita di dunia ini. Caiyyo, semangattt!