Kamis, 15 Oktober 2015

RESENSI NOVEL AKU


Jika kamu bertanya, Kamu baca buku ini apa gara-gara teradiksi film AADC kah, Jat? Saya dengan mata berbinar-binar akan menjawab penuh semangat ‘iya’. Oleh karena itu, kita (kamu dan aku) akan lebih nyambung ngobrolin resensi ini jika kamu sudah lihat filmnya. Tentu bukan saat kamu masih SD, tapi saat usiamu sudah mencapai akil baligh. Feelnya beda, Bung, Ses! Daan, saya recomendedkan sekali kamu tonton ulang ya. Hee..

Umm, alasan lain mengapa saya bisa ‘tergila-gila’ dengan AADC sampai-sampai rela berburu novel yang selalu nongol di tangan Rangga itu adalah keterkesimaan saya dengan film ini. Saya jatuh cinta dengan semua hal tentang AADC. Pemainnya, ceritanya, soundtracknya, backsoundnya, puisi-puisinya, ah, bikin nostalgilak! Ini serius dan saya tidak sedang lebay.

Lalu apa sih sebenernya kehebatan Novel Aku-nya Sjuman Djaya ini? Sampe banyak orang di luaran sana mati-matian nyari ini buku? (baca goodreads kalo ngga percaya). Alasan utama mereka tentu ya sama dengan saya, teradiksi dengan AADC. Namun selain itu, Bung dan Ses, alasan lain adalah karena novel ini merupakan cerita singkat tentang biografinya penulis besar Indonesia, Chairil Anwar (Iril).

Saya pertama kali denger nama Iril saat SMP. Puisinya ‘Aku’ selalu saja menghiasi buku-buku paket bahasa Indonesia. Betul? Tiap kali membacanya, saya selalu diketawai saat sampai pada, Aku ini binatang jalang. Saat itu saya tidak tahu menahu siapa sejatinya Iril berikut karya-karya besarnya kok bisa-bisanya terpahat pada buku-buku paket bahasa Indonesia dari waktu ke waktu. Ternyata oh ternyata, Iril memang pantas dikenang oleh Indonesia.

Dialah Sjuman Djaya, sang penulis novel. Ia adalah penyuka Iril garis keras. Ia ingin dunia tahu bagaimana Iril melahirkan karya-karyanya. Ia ingin dunia menghargai karya-karya Iril. FYI, hingga akhir masa hidupnya, karya Iril tidak mendapat respek yang semestinya. Dunia tak mengakui karyanya, bahkan ia harus menerima ancaman dan teror karena dianggap melahirkan karya-karya bernada destruktif, mengganggu pemerintah Jepang yang saat itu tengah berkuasa.

Novel ini berupa skenario yang menceritakan perjalanan hidup Iril. Sejak ia kecil hingga menjemput ajal. Tak lupa Sjuman Djaya menyisipkan puisi-puisi Iril dalam sebuah cerita yang begitu apik. Beberapa diksi saya temukan ‘nyastra banget’. Dikisahkan juga drama percintaan Iril yang bikin saya geleng-geleng kepala. Mungkin, Iril adalah manifestasi sosok Rangga di jamannya. Rangga yang ‘ndugal’.

Iril adalah pribadi nyentrik. Ia begitu menjunjung tinggi kebebasan. Kadang, di beberapa hal saya tercandu oleh gaya bebasnya Iril. Hingga akhirnya saya tersadar bahwa saya bukanlah Iril. Diceritakan pula usaha Iril berjuang atas drama kematiannya. Pertempurannya dengan TBC.

Setidaknya melalui buku ini, saya jadi lebih bisa menghayati kata demi kata, baris demi baris, puisi-puisi yang ia ciptakan. Benar-benar dari dalam hati. Akan kamu jumpai kejernihan perasaan, kedalaman batin, dan kelas bahasa yang begitu nyastra. Setidaknya, saya jadi merasa lebih dekat dengan sang maestro puisi Indonesia, Chairil Anwar.


Di akhir, tentu saja saya akan merekomendasikan kamu untuk membacanya. Atau jika tidak, tontonlah lagi film AADC! Bisa jadi, kamu akan menjadi ‘yang teradiksi’ selanjutnya. Haha. Tunggu juga AADC #2-nya ya!

2 komentar:

allf cocofy mengatakan...

Pinjamin aku novelnya kak Jat...

Unknown mengatakan...

yukk mampir ke website kita, ada banyak informasi tentang Smartphone hehe :)

DEMAK KENDAL SEMARANG UNGARAN