Jika kamu bertanya, Kamu baca buku ini apa gara-gara teradiksi
film AADC kah, Jat? Saya dengan mata berbinar-binar akan menjawab penuh semangat ‘iya’. Oleh
karena itu, kita (kamu dan aku) akan lebih nyambung ngobrolin resensi ini jika
kamu sudah lihat filmnya. Tentu bukan saat kamu masih SD, tapi saat usiamu
sudah mencapai akil baligh. Feelnya beda, Bung, Ses! Daan, saya recomendedkan
sekali kamu tonton ulang ya. Hee..
Umm, alasan lain mengapa saya
bisa ‘tergila-gila’ dengan AADC sampai-sampai rela berburu novel yang selalu
nongol di tangan Rangga itu adalah keterkesimaan saya dengan film ini. Saya
jatuh cinta dengan semua hal tentang AADC. Pemainnya, ceritanya, soundtracknya,
backsoundnya, puisi-puisinya, ah, bikin nostalgilak! Ini serius dan saya tidak
sedang lebay.
Lalu apa sih sebenernya kehebatan
Novel Aku-nya Sjuman Djaya ini? Sampe banyak orang di luaran sana mati-matian
nyari ini buku? (baca goodreads kalo ngga percaya). Alasan utama mereka tentu
ya sama dengan saya, teradiksi dengan AADC. Namun selain itu, Bung dan Ses, alasan
lain adalah karena novel ini merupakan cerita singkat tentang biografinya
penulis besar Indonesia, Chairil Anwar (Iril).
Saya pertama kali denger nama
Iril saat SMP. Puisinya ‘Aku’ selalu saja menghiasi buku-buku paket bahasa
Indonesia. Betul? Tiap kali membacanya, saya selalu diketawai saat sampai pada,
Aku ini binatang jalang. Saat itu
saya tidak tahu menahu siapa sejatinya Iril berikut karya-karya besarnya kok
bisa-bisanya terpahat pada buku-buku paket bahasa Indonesia dari waktu ke waktu.
Ternyata oh ternyata, Iril memang pantas dikenang oleh Indonesia.
Dialah Sjuman Djaya, sang penulis
novel. Ia adalah penyuka Iril garis keras. Ia ingin dunia tahu bagaimana Iril
melahirkan karya-karyanya. Ia ingin dunia menghargai karya-karya Iril. FYI,
hingga akhir masa hidupnya, karya Iril tidak mendapat respek yang
semestinya. Dunia tak mengakui karyanya, bahkan ia harus menerima ancaman dan
teror karena dianggap melahirkan karya-karya bernada destruktif, mengganggu
pemerintah Jepang yang saat itu tengah berkuasa.
Novel ini berupa skenario yang menceritakan perjalanan hidup Iril. Sejak ia kecil hingga menjemput ajal. Tak lupa Sjuman
Djaya menyisipkan puisi-puisi Iril dalam sebuah cerita yang begitu apik.
Beberapa diksi saya temukan ‘nyastra banget’. Dikisahkan juga drama percintaan
Iril yang bikin saya geleng-geleng kepala. Mungkin, Iril adalah manifestasi
sosok Rangga di jamannya. Rangga yang ‘ndugal’.
Iril adalah pribadi nyentrik. Ia
begitu menjunjung tinggi kebebasan. Kadang, di beberapa hal saya tercandu oleh
gaya bebasnya Iril. Hingga akhirnya saya tersadar bahwa saya bukanlah Iril.
Diceritakan pula usaha Iril berjuang atas drama kematiannya. Pertempurannya
dengan TBC.
Setidaknya melalui buku ini, saya
jadi lebih bisa menghayati kata demi kata, baris demi baris, puisi-puisi yang
ia ciptakan. Benar-benar dari dalam hati. Akan kamu jumpai kejernihan perasaan,
kedalaman batin, dan kelas bahasa yang begitu nyastra. Setidaknya, saya jadi
merasa lebih dekat dengan sang maestro puisi Indonesia, Chairil Anwar.
Di akhir, tentu saja saya akan
merekomendasikan kamu untuk membacanya. Atau jika tidak, tontonlah lagi film
AADC! Bisa jadi, kamu akan menjadi ‘yang teradiksi’ selanjutnya. Haha. Tunggu
juga AADC #2-nya ya!
2 komentar:
Pinjamin aku novelnya kak Jat...
yukk mampir ke website kita, ada banyak informasi tentang Smartphone hehe :)
DEMAK KENDAL SEMARANG UNGARAN
Posting Komentar