Saya mengenal
Pram juga tetralogi Buru-nya itu memang belum lama ini, sekira satu-dua tahun
lalu. Dan selama itu pula pergolakan saya mencari buku itu dimulai. Hunting ke
perpustakaan kota, pinjem sana pinjem sini. Dan alhasil saya masih belum bisa
berkasih-kasih dengan buku itu. Nurani saya masih keukeuh mengingatkan untuk
tidak membeli buku KW, mengingat saat itu buku Pram belum ada cetak ulangnya.
Singkat cerita semingguan lalu, saya baru bisa mendapakan buku itu. Mendadak
muncul di perpus kota. Eureka!
Sejenis dengan
resensi sebelumnya, buku ini adalah roman sejarah. Asik sekali Pram berkisah
dengan menggelayuti setting kolonialisme. Banyak peristilahan lama yang baru
bagi saya. Saya jadi tau apa beda Indo, Pribumi, dan Totok. Saya jadi liar
membayangkan kondisi Indonesia saat masa-masa pendudukan Belanda itu macam
mana. Tentang kerajaan, tentang gundik, dan lainnya. Inti cerita ini ya
kisahnya Minke sama Annellis yang pake bumbu-bumbu konflik jejaman kolonial
lah.
Saya menduga mengapa
novel ini laris manis hingga beberapa kali terpanggil dalam nominasi nobel sastra
adalah karena ‘unik’. Jarang lho ya novel genre romance yang bertutur menggaet
sejarah! Dan saya dapati banyak misi Pram yang ingin disampaikannya melalui
novel ini. Termasuk kritik pemerintahan saat itu. Poin lebihnya lagi, kisah ini
dibawakan dalam ‘tetralogi’ lho ya! Catet!
Sebagai orang
awam sejarah, saya praktis jadi kepengen tahu lebih banyak. Ibarat ngomongi
gebetan nih ya, saya sudah dalam tahapan naksir sama sejarah. Ceileh. Saya suka
beberapa quotes Pram yang anjis banget, “Berbahagialah
dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan
maju karena pengalamannya sendiri.”
Tidak ada alasan
untuk tidak membaca novel eksentrik ini, Bung, Ses!
6 komentar:
Cetak ulangnya ada mba di gramedia.
Tetraloginya komplit, cuma harganya lumayan mahal si.
Alur ceritanya gimana mbak?
Alur ceritanya gimana mbak?
Alur ceritanya gimana mbak?
Posting Komentar