Kamis, 15 Oktober 2015

RESENSI NOVEL IBUK


Atas kebaikan seorang teman, buku ini pun ditakdirkan hadir di tangan saya tentunya untuk jadi bantal tidur. Hehe. Membaca blurb dan judulnya saja, kita sudah bisa menebak buku ini pasti akan mengisahkan sebuah perjuangan hidup yang motivasional. Perjuangan seorang ibu dari kaca mata seorang anak, kurang lebih begitu gerutu saya. Dan, ya, memang benar, isinya tak jauh-jauh dari itu.

Ibarat sebuah sinetron, saya agaknya bisa menduga-duga bagaimana kisah akhir sang tokoh. Happy-tragedi ending lah, seneng tapi tetep ada bumbu-bumbu sedihnya. Bukankah sebuah kisah perjuangan terasa terlalu dzalim jika bercerita lepas dari perjuangan, kerja keras, dan pengorbanan?

Maaf jika di awal ini spoiler saya tak terbendung keluar. Tapi tenang saja, masih ada banyak hal lain yang tentu saja menarik untuk saya ceritakan. Jujur, pembawaan penulis dalam berkisah sangat sederhana. Sederhana yang elegan maksud saya. Dan suka saya. Iwan tak perlu rakus menunjukkan kepiawaiannya menulis, semesta sudah mengerti dia. Dramatisnya begini nih, Iwan ngga perlu tereak-tereak ke dunia ‘Woy gua ini penulis loh! Lihat nih karya gua! Lihaat!’ semesta sudah duluan tereak, ‘Iya Wan, gua ngerti lu penulis. Jidat lu udah cetakan penulis, noh!’ Haha. Gak mudeng maksudnya? Ya sudah. Itu urusanmu. Haaa.

Kisah dalam buku ini memang diambil dari kisah nyata perjalanan hidup si penulis. Kisah seorang anak tukang angkot yang bisa sampai ke New York. Ketika menyadari tokoh Bayek (tokoh utama) memang ada dalam kehidupan nyata dan itu adalah representasi si penulis sendiri, saya sampaikan salam takzim untukmu, Mz! Kamu keren! Dan, saya tunggu traktiranmu. Hakhak!

Mengapa judulnya ibu? Karena bukan Bapak tentu saja. Sebenarnya sih saya agak kurang setuju lantaran kisah yang diceritakan dalam buku ini tidak melulu tentang ibu. Ada kisah perjuangan Bapak, Bayek sendiri sebagai tokoh utama, juga tentang keluarga. Semua saling bernafas dalam kerja keras. Jadi, mau diberi judul apa buku ini? Yo tentu ‘Ibuk’ lah, sudah beredar se Nusantara juga kalik. Hahah.


Sebelum novel Ibuk ini, Iwan Setyawan sudah duluan meroket dengan novel 9 Summers 10 Autumns-nya. Novel best seller nasional yang ngehitz sejak saya SMA itu, baru berhasil saya jamah lepas wisuda ini. Haha. Novel yang lebih duluan saya simak filmnya ketimbang bukunya. Kisahnya sih sebelas tiga belas sama novel Ibuk ini lah. Berkisah tentang anak supir angkot yang berhasil menjadi Director di New York. Tentu setelah membaca (atau justru sudah) novel ini, kamu akan sepakat dengan para juri Jakarta Book Award 2011 yang memilih karya Iwan sebagai buku fiksi terbaik. Sila buktikan!

0 komentar: