Masjid Perak Kotagede, dibuat
saya rasa penasaran olehnya. Kiprah sejarahnya bikin saya kepo. Akhirnya,
beberapa waktu lalu saya berkesempatan kesana. Bagi saya, Kotagede bukanlah
wilayah asing. Lalu lintas sehari-hari lah. Tapi saya belum pernah sekalipun
melihat ‘bleger’ itu masjid. Dimanakah gerangan keberadaannya? Tiap kali lewat
daerah situ (sentral jualan perak, daerah Mondorakan), saya celingak-celinguk
mencoba mengendus keberadaannya. Daaan, yaakk, saya dapati plangnya!
Deketan sama SMA Muhamadiyah 4 / Kotagede. Agak masuk, ngga pas pinggir jalan utama. Dan itu jalan masuk cuman
segede upil. Mobil wasalam masuk dah. Saya kesana pas barengan jam anak-anak
sekolah istirahat. Jadi rame lah. Tapi bukan masjidnya. Jalanan
sekitar situ. Banyak lah agendanya. Ada yang mojok, wira-wiri, playon, dan
alhamdulillah ada beberapa yang ke masjid.
Motor saya parkir di sebuah
halaman kecil yang ‘mungkin’ itu tempat parkir. Agak ragu soalnya kok cuman
sempit, jangan-jangan to, ya sapa tau, ada tempat parkir lain. Motor akhirnya
saya sandingkan juga di situ, sebelahan dengan motor lain yang udah mandeg
duluan.
Begitu masuk, saya disambut
dengan tiang-tiang kuno penyangga segede bohem. Klasik nian ini masjid. Suka
saya. Dan yang lebih penting, saya disambut dengan aura ‘adem’ yang syahduu
banget. Nggak semua masjid punya aura kek gini soalnya. Semua rapih dan resik.
Dari situ saya ambil kesimpulan, di balik itu semua (sepertinya) ada manajemen
yang baik. Hehe.
Ohya, tambahan info, kamu harus tahu satu hal, ada yang menambah nuansa artsy masjid ini, yakni mimbarnya. Dengar cerita, ini mimbar malah udah ada sebelum masjid dibangun. Mulanya, mimbar ini digunakan tiap ibadah shalat Jumat di Masjid Gedhe Mataram. Usut punya usut, akhirnya berpindah ke sini.
Ohya, tambahan info, kamu harus tahu satu hal, ada yang menambah nuansa artsy masjid ini, yakni mimbarnya. Dengar cerita, ini mimbar malah udah ada sebelum masjid dibangun. Mulanya, mimbar ini digunakan tiap ibadah shalat Jumat di Masjid Gedhe Mataram. Usut punya usut, akhirnya berpindah ke sini.
Bakda sembahyang, saya coba
menyelami lebih jauh arsitektur ini masjid. Di sela itu, saya mendengar
bebunyian tilawah. Allah.. makin adem aja. Tak berselang lama, empat bocah SMA masuk.
Apa yang kemudian mereka lakukan adalah yang bikin saya melting. Jadi, mereka
duduk melingkar di tengah masjid. Sema’an gitu. Ada satu lah yg jadi leadernya.
Jaman Awkarin’s gini, ada yang masi nyempetin kek gitu ki sesuatu. Kapan-kapan
deh cerita mengapa kok saya bisa ngomong kek gitu.
Singkat informasi dari Gugel,
masjid ini berdiri ketika Kotagede dalam puncak kejayaan. Perlu diketahui juga
bahwa dana yang dipergunakan untuk membangun masjid ini merupakan sumbangan
dari saudagar perak setempat. Selain itu, FYI, nama Perak diambil dari bahasa
Arab “Firoq” yang berarti pembeda. Pembeda dari kekotoran dan kebekuan pikir
pada masa lalu, pemisahan dari kekotoran dan kebekuan berpikir pada masa lampau,
dan keterpisahan kaum reformis dari keterikatan kekuasaan keagamaan kerajaan
Islam dan adat. Katanya sih gitu.
Masjid ini dibangun pada tahun
1938-1939 dan mulai aktif digunakan pada tahun 1940. Sempat mengalami renovasi
dikarenakan gempa 2006, namun tetap mempertahanan struktur dasarnya. Bagunan
yang sekarang ini, sudah berlantai dua lengkap dengan perpustakaan, kantor, dan
ruang multimedia.
Humm.. Sayangnya, saya belum sempat berkeliling lebih jauh lagi, padahal banyak sudut-sudut ethnic yang sayang dilewatin. Lain kali. Mungkin. Sama kamu.
Humm.. Sayangnya, saya belum sempat berkeliling lebih jauh lagi, padahal banyak sudut-sudut ethnic yang sayang dilewatin. Lain kali. Mungkin. Sama kamu.
0 komentar:
Posting Komentar