Sabtu, 01 Februari 2014

Untuk Engkau yang Ada di sana #End

Bolehlah ini menjadi tulisan terakhir, halaman terakhir dalam buku yang ku beri judul ‘Dirimu’. Bukan aku tak mau bersabar, hanya saja aku tak ingin menyiksa diri. Menjadi makhluk yang menunggu sebuah ketidakpastian adalah perkara maha susah. Alasanku hanya ini. Aku tak ingin membuat diriku berbahagia dalam semu, menunggu segala yang masih terlihat abu-abu. Mungkin aku terlalu berlebih dalam menilai segala tentangmu, segala yang kau lakukan padaku. Sekali lagi cukup. Aku ingin menutup kisah dalam buku ini. Sudah terlalu banyak halaman tanpa ada konklusi yang jelas. Bak alunan air dalam riaknya sungai, berlarut mengiringi dan tak berhenti. Namun aku tak mau begitu.

Cukup sudah keegoisanku akan dirimu. Aku berhenti. Aku tak membakar semua ini. Membakar hanya akan melenyapkan semuanya. Aku hanya menutupnya rapat-rapat, menguburnya dalam-dalam bahkan jika perlu sampai di palung bumi. Tak ada niat untuk membongkarnya barang satu jengkal saja. Tak akan kutunggu disitu, tak akan kujaga. Biarlah. Biar berlalu. Aku berharap angin, hujan, badai dan suasana alam yang lain bisa menjadikannya seperti tempat biasa. Tak terlihat merah karena baru di gali. Biarkan ia menua, rapuh terkikis bahkan terkena abrasi. Biarkan lapuk. Yang pasti aku tak mau peduli.

Ini benar karena aku ingin membuat cerita baru. Lembar-lembar kertas yang entah berapa halaman akan terpakai, sudah menunggu untuk kutulis. Pena dan tinta sudah tersiap rapih di atas meja kerjaku. Aku sengaja tak menyediakan penghapus. Aku tak ingin membuat kesalahan dalam hidup yang dapat menodai kisah baruku. Aku akan bertindak hati-hati. Selanjutnya, aku menyiapkan perbekalan secukupnya. Aku akan berkelana. Bertemu dengan dunia baru. Bertemu dengan orang-orang baru. Menyibukkan diri dengan dunia baru untuk buku baruku. Sekarang dan selanjutnya aku berjalan dengan Dia sebagai petunjuk arahku. Aku serahkan pada Dia. Apapun itu. Aku membaiki diri, Dia yang memutuskan.

Yang kuyakini satu hal, bahwa setiap peristiwa mengandung hikmah. Tak ada sesuatu yang sia-sia. Termasuk menguburmu. Aku menyumpahi diri untuk tak menyebutmu lagi. Akan mengusirmu agar tak berlama-lama singgah dalam diri ini. Biarkan udara segar, udara baru menyibakku. Menjadikanku pribadi baru. Aku tak melupakanmu tapi aku mengusirmu dalam diriku. Itu saja.


Tak lupa aku mengucapkan terimakasih. Tak ada kata permusuhan. Sama sekali tak ada. Aku tak membencimu. Aku akan mencoba biasa, seperti biasa dalam biasa. Aku berlepas diri denganmu. Selamat tinggal. Semoga duniamu terwujud seperti anganmu. Sampai jumpa di masa depan, hey kau masa lalu!


3 komentar:

Meika Wulandari mengatakan...

makin hari makin bagus aja ceritanya jat..:)
i like it..;)

Meika Wulandari mengatakan...

makin hari makin bagus aja ceritanya jat..:)
i like it..;)

Jualan Batik mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.