Senin, 12 Desember 2011

Kita Harusnya Malu


Barusan aku nemuin seorang tukang servis arloji, umurnya belum terlalu tua, yahh kira kira 30an tahunlah. Bukan kali pertama memang, dan ia masih sama, tak ada yang berubah menurutku. Disela sela aku menunggu datang lah seorang bapak bapak bukan bapak bapak sih, kakek kakek tepatnya, mau mendekin rantai jamnya. Nah disinilah aku terkesan, masnya mendahulukan kakeknya itu sambil bilang “bentar ya mbak, delitt”
Apresiasiku disini adalah, masnya bisa menempatkan skala priority. Servis arlojiku, emang memakan banyak waktu, namun kalo tempatnya si kakek hanya beberapa menit selese. Memang sih budayakan antre, tapii ini berbeda kasus bro. Itu yang pertama.

Nah ane salutnya nih pas si kakek Tanya, berapa mas ongkosnya?’ dengan santai masnya jawab “mboten pak, diasto mawon”
Widiihhh, ngeri benerkan bro. dia yang profesinya benerin jam, giliran orang Tanya bayar berapa, eee malah suruh bawa (kagak perlu bayar). La kalo dia kayak gitu, untung apa coba dia. Kalo yang datang keluhannya sama kayak gitu opo iya nggak bayar semua. Syukur itumah ada yang mau datang, nah kalo pas sepi??? diarr, pie jal?

Selanjutnya kucoba memecah keheningan dengan mencoba ngobrol, sok akrab juga sih
“mase kayae udah lama to disini?”
“umm, udah lama mbak. Mungkin dari mbaknya teka saya udah disini!”
Wooooww, gilak setia banget dia ama kerjaanya. Lebih dari 12 taon brow.

“la mase rumahe mana to?”
“saya jombang mbak, jawa timur
Gubrakkkkk, gilakkk, jaoh buanget, merantau dimari buat nyari duitt”

Dari sepenggal kisah saya ini, yuk kita sama sama merenung. 

Bersyukur yang pasti, atas apa yang kau terima saat ini. Sadarilah bahwa diluar sana masih banyak orang yang tak seberuntung kamu. Dan juga kamu harusnya malu, mereka yang kondisinya dibawah kamu, masih gigih bekerja, semangat. Mereka mau memberi kepada orang yang seharusnya memberi, ikhlas dan rela. Kita yang berkondisi lebih dari cukup, terkadang masih berat untuk merogoh kocek, memasukkan beberapa lembar uang kita ke kotak kotak infak, kepada anak anak yatim, orang orang miskin. Kita harusnya malu.

Namun aku lebih malu atas sikap para para pejabat, KKN tiada henti masih meraja. Tak pernahkah terpikirkan oleh mereka nasib orang orang cilik yang perlu uluran tangan mereka? Disisi lain aku bangga, terharu, di jaman seperti ini masih ada orang baik yang justru muncul bukan dari mereka yang berlebihan harta. Justru dari mereka yang seharusnya kita perhatikan , kita beri uluran kasih, kita tolong.

Yah, semoga ini dapat menjadi peer kita kedepan para para generasi penerus. Nasib mereka ada dipundak kita bung :)
   

3 komentar:

Unknown mengatakan...

keep posting.. saling follow ya jat :D
Ditunggu kunjungan baliknya di blog aku

Noor Rohmah Satiti mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
jastya mengatakan...

okee, eh blogmu sig irfansway uwis tak follow kok, due 2 po dirimu ceng?