Rabu, 04 Juli 2012

Aku vs Orang Tuaku

Assalamualaikum wr wb

Guys, kali ini aku berbentur pendapat dengan orang tuaku #lagi. Entah hal apa yang sebenarnya membuat aku dan mereka tak bisa sependapat. Memang aku masih muda belum begitu mengerti asam manis kehidupan, namun ini aku sedang  menjalani hidupku, kehidupanku, masa depanku. Satu hal yang pasti,  aku tak akan berbuat suatu hal yang merugikan diriku sendiri, tak mungkin. Aku juga menginginkan masa depan yang cantik, yang indah, semua orang pasti berpikir sama denganku.


Namun aku tak sejalan dengan orang tuaku. Pertama adalah saat aku hendak bekerja secara partime. Pertimbanganku adalah itu untuk pengalamanku, toh itu cuman part time cuman sebulan pula, tempat kerjanya pun nggak neko neko jaga toko busana muslim, jarang bisa nemuin kerjaan yang pas begitu, apa salahnya? Lagipula aku masih dalam masa penantian pengumuman tes seleksi PTN. Keseharianku dirumah terasa sangatt membosankan, mengerjakan pekerjaan rumahan dan setelah itu nganggur, nonton TV, tidur, liat film, maen, yahh sebatas itulah. Jujur itu hal yang begituu sangatt membosankan. Aku ingin pergi ke dunia luar mencari pengalaman sebanyak banyaknya, toh aku masih muda, toh aku juga luang, tapiiii kenapa orang tuaku tak menyetujuinya?????? Aku tak habis pikir.

Beberapa saat lalu ak sempat berbincang dengan tetanggaku (ibu ibu), beliau menceritakan tentang anaknya. Kata beliau, “anak saya itu lo mbak, saya suruh ke luar cari pengalaman sebanyak banyaknya, kerja apa aja yang penting baik dan menunjang dia, tapi dia orangnya isinan mbak. Ngak cekat ceket, kalo mau saya sih saya suruh nyoba dimana mana, tapi dianya yang nggak mau mbak” Aku sejenak terbengong setelah mendengarnya, beliau bedaaaa banget dengan orang tuaku. Membebaskan anak, asal itu demi kebaikan anak, asal anak bisa jaga diri. Pasti akan menyenangkan andai orang tuaku seperti mereka.

Orang tuaku tak menyetujuinya karena alasan, “kamu itu harusnya fokus nyari kuliah, nanti kalo udah waktunya kerja, terserah kamu mau kerja apa”.  Andaikan mereka mau mendengarkan alasan alasanku untuk bertindak seperti itu. Andai aku yang menjadi orang tua, mungkin aku akan bangga dengan anakku itu. Sudah mencoba berpikir mandiri. Karena aku sadar kelak kita tak selamanya hidup bergantung dengan orang tua, right? Tak ada salahnya jika kita memulainya dari hal yang paling kecil, membentuk karakter dini.
Hal lain yang berbenturan adalah masalah perijinan. Aku tak habis pikir, orang tuaku tidak suka aku berlama lama main kerumah temen padahal, ini temen sedesa. Pake sepeda ontel 5 menit kurang nyampe. Kalo udah menjelang maghrib, teleponku berdering. Padahal, aku juga nggak ngapa ngapain, itu temen cewek, yang ngumpul disitu juga cewek. Apa yang harus dicurigai???

Aku udah cukup gede untuk bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Aku bukan anak ingusan lagi yang merengek rengek ditemenin kemana perginya. Aku cuman butuh kepercayaan. Pernah aku punya pemikiran kuliah nanti mau ngekos biar aku jauh sama orang tua, biar aku bebas melakukan apa yang aku inginkan tanpa dibatasi ini dan itu. Tapii, aku sadar aku terlahir sebagai anak terakhir dalam keluarga ini. Kedua kakakku udah menikah, pastinya mengikuti suami. Lalu nanti siapa yang bakal jaga mereka? Siapa yang nganterin berobat kalo sakit. Siapa yang mau bantu kalo lagi butuh ini dan itu, akhirnya dengan pertimbangan itu aku urungkan niatku untuk ngekos. Pernah sih guruku bilang, “nanti yang jagain mereka Allah mbak, tenang aja” Tapi meski begitu aku tetap saja tidak tega.

Kadang aku merasa iri dengan temenku yang cowok. Menyandang predikat cowok itu bebas. Mau pergi kemana ajaa bebas. Mau ngapain aja bebas. Nggak kayak cewek. Mau ini itu ijin dulu orang tua. Syukur syukur kalo banyak diijinin. Kalo enggak???

Kalo nurutin hawa nafsu sih, aku pengen meluapkan emosiku, pengen tak keluarin apa yang selama ini aku pendem. Tapi aku inget pesen guruku, “seberapa salah orang tuamu, kamu harus bisa jaga diri, jaga omongan kamu jangan sampe berkata yang bisa nyakiti perasaan orang tua, karena hati orang tua akan sakiit, betul betul sakit ketika anaknya sendiri berkata kasar padanya” itu hal yang selama ini masih aku pegang, yang senantiasa aku ingat ketika aku berbenturan dengan orang tuaku. Pertanyaannya adalah aku menahan ini sampai kapan? Apakah aku kuat untuk menahannya??

Jika aku sedang tak sependapat dengan orang tuaku, aku lebih banyak memilih diam, mengurung diri di kamar, dan tidak melakukan aktivitas lain. Entah sebenarnya mereka menyadari atau tidak bahwa sikapku ini adalah bentuk perlawanan (baca: ketidaksetujuan). Aku memang tak cukup pandai mengungkapkan apa yang kurasakan dengan bentuk omongan, aku berharap dengan simbol simbol ini mereka mau mengerti, mau memahami.

Ketika pikiranku benar benar buntu dalam permasalahan ini, sejenak aku berpikir, aku masih beruntung, karena sesulit apa jalan yang kita lalui, sesepi apapun kita merasa diri ini sendiri, Allah senantiasa ada untuk kita, setia mendampingi kita, mau mendengarkan segala keluh kesah kita, mengobati kekecewaan kita, segalanya berasal dari-Nya dan kepada-Nyalah akan kembali.

Aku ingat pesan temanku (seorang yatim), “kalian harus bersyukur saat ini kalian masih mempunyai orang tua lengkap, yang setiap hari masih kalian temui, turuti perintahnya sebelum terlambat, jangan sampai kalian menyesal, lakukan yang terbaik selama kalian dan orang tua kalian masih diberi kesempatan” Itulah yang menjadikanku sadar, bahwa aku mustinya bersyukur karena saat ini Allah masih mengijinkanku untuk menatap wajahnya. Karena diluar sana masih banyak anak yang tidak seberuntung aku. Banyak temen temenku yang keluarganya tidak lengkap, ada yang ayah/ibunya meninggal, adapula yang sudah bercerai. Mereka benar benar haus akan kasih sayang orang tua, mereka rindu belaian kasih orang tua yang tak mereka dapatkan lagi. Melihat hal seperti itu mestinya aku malu, karena aku kurang bersyukur, maunya hanya menuntut tak mempertimbangkan yang lainnya.


Tiada manusia sempurna, tak ada orang tua sempurna, akupun juga tak sempurna. Ol eh karenanya, kita harus saling memahami ketidaksempurnaan itu. Bukan menjadikannya bara yang akan membesar menjadi api. Masalah bisa datang darimana saja, bahkan dari orang yang kita cintai, namun satu hal yang wajib kita ketahui adalah, Allah memberi cobaan semata mata karena ingin meninggikan derajat kita dan semata mata karena Allah sayang sama kita :’)

wassalamualaikum wr wb

0 komentar: